Senin, 28 Oktober 2013

Konsep Pendidikan Muhammad Natsir

Mohammad Natsir adalah  tokoh nasional dan antarabangsa yang memiliki integriti pribadi dan komitmen yang kuat untuk memajukan bangsa dan negara. Natsir selain sebagai seorang negarawan yang handal, ia juga termasuk pemikir dan arkitek pendidikan Islam yang serius.
Landasan ideologis Natsir dijiwai oleh pemahamanya terhadap ajaran agama Islam . Dalam buku karanganya yang berjudul Capita selecta mengutip H.A.R. Cribb di dalam bukunya Whither Islam mengatakan : “ Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekadar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna).
Pendidikan Islam adalah berdasarkan Ketuhanan yang maha Esa dan bertujuan akhlak yang mulia dengan tidak melupakan kemajuan dunia dan ilmu pengetahuan yang berguna baik untuk individu atau masyarakat. Ini adalah kerana agama Islam ialah agama yang menghimpun kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat, agama yang mementingkan rohani dan jasmani. Sebab itu pendidikan Islam memiliki tujuan kebaikan rohani dan jasmani dengan kata lain kebaikan dunia dan akhirat.
Sebagai pemikir dan arkitek pendidikan, Natsir selain menulis karya ilmiah yang berisikan gagasan dan pemikiran tentang pembaharuan dan kemajuan pendidikan Islam, ia juga adalah pelaku pendidikan yang terbukti hebat. Natsir melihat bahawa masalah pokok untuk mengatasi keterbelakangan dalam pendidikan adalah dengan merombak sistem dan kurikulum yang dikotomis kepada sistem yang integrated antara ilmu agama dan umum, dan dengan mempersiapkan guru yang komitmen-profesional dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.

Pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek pembentukan manusia muslim yang beriman kepada penciptanya, mengetahui kedudukanya, tugasnya dalam mendayagunakan potensi alam yang selalu berprinsip pada jalan Allah. Dan juga manusia muslim yang tahu akan apa yang ada di sekitarnya serta boleh memanfaatkanya sehingga memberikan manfaat untuk kehidupanya, menyebarkan keadilan dan perdamaian antara sesama manusia di jagat raya, dan pribadi yang tahu akan kewajiban yang harus dikerjakan dan tahu pula akan haknya yang harus diambil serta saling bantu-membantu dalam kebersama guna kesejahteraan hidup dan kebahagian manusia.
Ada dua hal yang sangat memperngaruhi M. Natsir dalam melihat dan memahami Islam. Kedua soal ini menyangkut Iman (kepercayaan) dan kepedulian pada masyarakat : masalah Hablum minallah, Hamblum minannas (hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia)
Dalam hubungan ini terdapat enam rumusan yang dimajukan Natsir.
Pertama ,pendidikan harus berperanan sebagai saranan untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang dikenakan sasaran pendidikan tersebut dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna.
Kedua, pendidikan harus diarahkan untuk menjadikan anak didik memiliki sifat – sifat kemanusiaan dengan mencapai akhlak al – karimah yang sempurna.
Ketiga, pendidikan harus berperanan  sebagai saranan untuk menghasilkan manusia yang jujur dan benar ( bukan pribadi yang hipokrit ).
Keempat, pendidikan berperanan membawa manusia agar dapat mencapati tujuan hidupnya, iaitu menjadi hamba Allah Swt. Dalam pandangan Natsir, pendidikan memiliki tujuan yang sama dengan tujuan hidup iaitu menghambakan diri kepada Allah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Ad – dzariyat, ayat 56-58 :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”
Disinilah Kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Ketaatan kepada Allah yang mutlak itu mengandung makna menyerahkan diri secara total kepada Allah. Menjadikan manusia menghambakan diri hanya kepada – Nya.
Kelima, pendidikan harus dapat menjadikan manusia yang dalam segala perilaku atau interaksi vertical maupun horizontalnya selalu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana fungsi Islam rahmatan lil’alamin bagi seluruh jagat raya tanpa memandang perbezaan-perbezaan ras, suku, golongan dan lain-lain
keenam, pendidikan harus benar – benar mendorong sifat – sifat kesempurnaannya dan bukan sebaliknya, iaitu menghilangkan dan menyesatkan sifat – sifat kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat At-Tin Ayat, 4 :

” Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Menurut Natsir, tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah merealisasikan idealiti Islam yang pada intinya menghasilkan manusia yang berperilaku Islami, iaitu beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Menurut M. Natsir, seorang hamba Allah adalah orang yang ditinggikan darjatnya oleh Allah, sebagai pemimpin manusia. Mereka menjalankan perintah Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama manusia, menunaikan ibadah terhadap Tuhannya sebagaimana dinyatakan dalam AlQur’an surat Al Baqarah ayat 177 :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
Berdasarkan ayat tersebut di atas, seorang hamba Allah adalah mereka yang memiliki enam sifat sebagai berikut. Pertama, memiliki komitmen iman dan tauhid yang kukuh kepada Allah serta terpantul dalam perilakunya sehari – hari. Kedua, memiliki kepedulian dan kepekaan sosial dengan cara memberikan bantuan dan santunan serta mengatasi kesulitan dan penderitaan orang lain. Ketiga, senantiasa melakukan hubungan vertikal dengan Tuhan dengan menjalankan ibadah solat secara berterusan. Keempat, senantiasa melakukan hubungan horizontal sesama manusia dengan cara memberikan sebahagian harta yang dimiliki kepada orang lain. Kelima, memiliki akhlak yang mulia yang ditandai dengan kepatuhan dalam menunaikan janji yang telah diucapkannya, Keenam, memiliki jiwa yang tabah dalam menghadapi pelbagai situasi.
Dalam tulisannya yang berjudul Tauhid sebagai Dasar Pendidikan , M. Natsir menceritakan tentang pentingnya tauhid dengan mengambil contoh pada seorang professor Fizik bernama Paul Ehrenfest yang mati membunuh diri. Ia berasal dari keluarga baik – baik dan telah memperoleh pendidikan Barat tingkat tinggi. Telah banyak penemuan – penemuan rahasia alam yang dihasilkannya dan telah menjadi bahan rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Pekerjaannya sehari – hari tak pernah tercela. Demikian pula pergaulannya selalu dengan orang yang baik – baik, bahkan ia sendiri termasuk orang yang ramah. Inilah gambaran kecil seorang terpelajar yang tidak dibekali dengan ruh tauhid.
Semua kegiatan seorang hamba Allah, baik yang berupa ibadah terhadap ilahi ataupun yang berupa mu’amalah semuanya itu dilakukan dalam rangka persembahan kepada Allah dengan niat (motif) hendak mencapai keredaaNya (al-lail 20-21).
Dengan kegiatan ini semua bakat potensi yang ada dalam fitrah kejadian manusia (jasmani dan rohaninya) itu dapat berkembang maju menurut fungsi masing-masing, berkembang dalam keseimbangan : otak dan hati, amal dan ibadah, kecakapan dan akhlak, doa dan ikhtiar, dari tingkat ketingkat yang lebih tinggi.

Ideologi dan pendekatan dalam pendidikan.
Natsir mengajukan konsep pendidikan yang khas ditengah persoalan dikotomis antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Konsep pendidikannya adalah integral, harmonis, dan universal. Dalam pidato yang ia sampaikan pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 Juni 1934 dengan judul ” Ideologi Didikan Islam” serta dalam tulisannya di Pedoman Masyarakat pada 1937 dengan judul ”Tauhid sebagai dasar Pendidikan”, menggariskan ideologi pendidikan umat Islam dengan bertitik tolak dari dan berorientasi kepada tauhid sebagaimana tersimpul dalam kalimat syahadat.
Melalui dasar tersebut akan tercipta integrasi pendidikan agama dan umum. Konsep pendidikan yang integral, universal, dan harmonis menurut Natsir, tidak mengenal dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, melainkan antara keduanya memiliki keterpaduan dan keseimbangan. Semua itu dasarnya agama, apa pun bidang dan disiplin ilmu yang ditekuninya.

Menurut Natsir bahasa asing amat besar peranannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa. Dalam kaitan ini, Natsir selalu ingat pada ucapan Dr.G. Drewes yang mengatakan bahwa hanya dengan mengetahui salah satu bahasa Eropa, yang terutama sekali bahasa Belanda, masyarakat bumi putra dapat mencapai kemajuan dan kemerdekaan pikiran.
Lebih lanjut Dr. Drewes sebagaimana dikutip oleh Natsir mengatakan bahwa sebagai dasar bagi kecerdasan salah satu bangsa adalah bahasa ibunya sendiri. Bahasa serta kaitannya dengan corak berpikir suatu bangsa. Bahasa dari salah satu bangsa adalah tulang punggung dari kebudayaannya. Mempertahankan bahasa sendiri berarti mempertahankan sifat – sifat dan kebudayaannya sendiri. Kultur suatu bangsa berdiri atau jatuh bergantung pada bahasa dari bangsa itu sendiri. Sejalan itu, maka bahasa merupakan salah satu faktor terpenting yang mendorong mutu dan kecerdasan suatu bangsa. Bahasa ibu, bahasa kita sendiri. Adalah menjadi syarat bagi tegaknya kebudayaan kita. Demikianlah antara lain pandangan Natsir terhadap bahasa asing khususnya bahasa Belanda dan Bahasa Arab.
Untuk itu, kepada para siswa harus diberikan kemampuan berbahasa asing dan dengan melakukan langkah – langkah antara lain .
1. Perlu adanya upaya membasmi semangat anti-Arab atau anti-Islam yang diciptakan oleh kolonial linguistik dan penguasa pribuminya yang taat dan setia.
2. Status linguistik yang bebas dari bahasa Arab harus diakui dan bahasa Arab harus diperlakukan tidak lagi sebagai karya teologis.
3. Negara – Negara Islam yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab, harus menerima bahasa Arab sebagai bahasa kedua setelah bahasa Nasional ibunya.

f). Keteladanan guru.
Menurut DR.G.J. Nieuwenhuis sebagaimana dikutip oleh Natsir, suatu bangsa tidak akan maju, sebelum adanya guru yang mau berkorban untuk kemajuan bangsa tersebut pernyataan ini dikutip oleh Natsir, karena pada saat itu minat kalangan akademik untuk menjadi guru sudah mulai menurun. Berkaitan dengan masalah ini, Natsir menulis artikel dengan kalimat pembuka : “ Sekarang saya mempropagandakan pendidikan, tetapi nanti saya tidak dapat mendidik anak – anak saya “.
Pernyataan kalimat tersebut merupakan salah satu alasan yang dikemukakan seorang lulusan HIK yang pernah menjadi pemuka dari organisasi guru – guru di Indonesia. Dari ungkapan itu Natsir memahami mengapa guru tamatan HIK menukar pekerjaannya ( alih profesi ) dari yang semula sebagai guru menjadi pegawai pos.
Sistem pendidikan Belanda memang betul dapat memberikan bekal pengetahuan modern, keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan oleh zaman, tapi saying jiwanya kerdil, dan dikotomis karena tidak memiliki landasan iman dan akhlak yang mulia. Di sisi lain pendidikan pesantren dan madrasah memang betul memberikan bekal akidah dan akhlak yang mulia, tapi tidak memberikan bekal ilmu pengetahuan modern, teknologi dan keterampilan yang memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang.


Berdasarkan uraian diatas, konsep pendidikan yang integral menurut pandangan M. Natsir yang digali dari sumber Al-Quran dan Al-Hadits ialah pendidikan yang tidak membedakan pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan tersebut harus berlandaskan Tauhid dan menjadikan manusia memperhambakan dirinya kepada Allah dan berkemampuan untuk beribadah dan mua’amalah sehingga layak menduduki posisi mulia ruhani jasmani dalam rangka tercapainya cita-cita mulia kebagaian di dunia dan di akhirat. Konsep tersebut akan sejalan dengan didukung oleh para pengajar yang memilik komitment profesional sebagai orang yang melakukan transformasi nilai-nilai pendidikan kepada anak didik. Wallahu A’lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar