Sabtu, 30 November 2013

Daulat Bangsaku! Daulat Negaraku! Merdeka!

Kalaulah Pemerintah benar-benar mau meninjau ulang dan bahkan membatalkan kerjasama denggan Australia, yang pertama harus dibatalkan adalah kerjasama penanggulangan imigran ilegal yang ingin masuk ke wilayah Australia. Penanganan imigran ilegal tersebut sangat memberatkan Indonesia dan terlalu menguntungkan Australia. Kita jangan mau dijadikan bemper Australia dalam menangkal masuknya imigran ke negara itu. Kita bukan polisi Australia. Imigran yang mau masuk ke Australia datang dari berbagai negara. Ada yang naik kapal atau perahu dan melintasi perairan kita menuju Australia. Mengapa kita jadi berkewajiban menangkapi kapal-kapal imigran tersebut dan menampungnya di wilayah kita? Ini sungguh memberatkan kita.
Imigran yang ditampung itu tinggal bertahun-tahun di wilayah kita di tempat-tempat penampungan, menunggu sampai ada negara ke-3 yang mau tampung mereka. Padahal rakyat kita sendiri saja miskin, kok harus menahan dan menampung begitu banyak imigran asing yang mau ke Australia. Sejatinya kita tidak ada urusan dengan imigran yang mau ke Australia itu. Kita hanya jadi wilayah negara terakhir sebelum mereka sampai ke sana.
Waktu saya jadi Menkumham, saya katakan paad Menteri DIMA Australia, Philip Ruddock, “Saya tidak mau jadi polisi negara Anda!” Nenek moyang kami mestinya dulu menahan kapal James Cock yang bawa warga Inggris yang mau ke Australia untuk jadi imigran ke benua itu. Imigran ilegal asal Inggris yang naik kapal James Cook itulah yang merampok tanah-tanah orang Oborigin, dan kini jadi penguasa di sana. Setelah berkuasa, sekarang melarang orang lain yang mau jadi imigran. Malah menyuruh Indonesia jadi polisi menahan para imigran itu.
Sejak jadi Menkumham saya sudah desak Kemenlu untuk kaji ulang keanggotaan kita dalam IOM (International Organization for Migration). Keanggotaan kita di organisasi itu tidak banyak manfaatnya bagi kepentingan nasional. Toh, tidak banyak WNI yang mau mengungsi ke negara lain, tapi lebih banyak WN lain yang mau ngungsi ke sini!
Keanggotaan kita di IOM dijadikan alat bagi Australia untuk menekan kita agar mau tampung imigran yang mau masuk ke negara mereka. Ingat pengalaman kita tangani pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Baru 20 tahun kita bisa menyelesaikannya.
Waktu membahas soal imigran ini, saya beberapa kali tegang dengan counterpart di Australia, Menteri Imigrasi dan Menteri Kehakiman Australia. Sikap saya terhadap Australia tegas saja. Saya tidak mau negara kita ditekan-tekan ikuti kemauan Australia. Sementara sikap mereka juga tidak kooperatif tangani nelayan-nelayan kita yang tak paham batas laut di Pulau Pasir di selatan Pulau Timor. Pulau Pasir adalah pulau milik Australia, yang sering dikira nelayan Timor dan Bugis masih wilayah Indonesia. Nelayan-nelayan itu ditangkapi dan kapalnya ditarik ke Darwin dan mereka ditahan di atas kapalnya bertahun-tahun tidak boleh naik ke darat. Sikap Australia yang tidak manusiawi itu membuat saya berang dengan mereka.
Itu pula yang membuat insiden diplomatik ketika saya menolak digeladah ketika akan memasuki gedung parlemen Australia. Saya anggap penggeladahan terhadap Menteri yang menjadi tamu yang diundang Pemerintah Australia adalah penghinaan. Dubes Imron Cotan waktu itu panik, karena saya perintahkan delegasi RI tinggalkan Gedung Parlemen Australia. Insiden baru selesai setelah PM John Howard minta maaf atas penggeledahan tersebut dan kami kembali ke gedung parlemen.
Sikap Australia yang terkadang arogan, memang perlu dikasih pelajaran. Jangan mau kita dihinakan negara asing. Meski Dubes kita di Australia sudah dipanggil pulang, PM Australia tetap menolak minta maaf atas kegiatan mata-mata meraka di sini. Dubes Australia di Jakarta malah sedang jalan-jalan ke Papua.
Kini saatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap lebih tegas dengan mengusir Dubes Australia di Jakarta agar 1 x24 jam tinggalkan Indonesia.
Oleh : Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH,MSc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar